Komunikasi dalam Manajemen
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Komunikasi memiliki hubungan yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Apalagi syarat seorang pemimpin selain ia harus berilmu, berwawasan kedepan, ikhlas, tekun, berani, jujur, sehat jasmani dan rohani, ia juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi, sehingga Rogers (1969:180) mengatakan “Leadership is Communication. Kemampuan berkomunikasi akan menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Di dalam kelompok/organisasi itu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Komunikasi memiliki hubungan yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Apalagi syarat seorang pemimpin selain ia harus berilmu, berwawasan kedepan, ikhlas, tekun, berani, jujur, sehat jasmani dan rohani, ia juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi, sehingga Rogers (1969:180) mengatakan “Leadership is Communication. Kemampuan berkomunikasi akan menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Di dalam kelompok/organisasi itu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1.
Komunikasi antar pribadi
Komunikasi
ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi
yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian
dapat tercapai keinginan bersama.
2.
Komunikasi kelompok
Pada
prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor
kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan
informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3.
Komunikasi massa
Komunikasi
massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan
elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way
communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan
komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan
interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai
kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau
umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di
mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model
ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship)
antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku
adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan dan pengawasan dengan
memberdayakan anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya
agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko, 2003: 8).
Menajemen sering juga didefinisikan sebagai seni untuk melaksanakan suatu
pekerjaan melalui orang lain. Para manejer mencapai tujuan organisasi dengan
cara mengatur orang lain untuk melaksanakan tugas apa saja yang mungkin
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Stoner, 1996 : 7)
A.
Definisi Komunikasi
Pada
tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua
perspektif, yaitu:
·
Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang
mewakili perspektif kognitif adalah
penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi
informasi tentang satu objek atau kejadian.
Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan
kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara
akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki
sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
·
Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner
dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau
simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada
receiver. Masih dalam perspektif
perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons
melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai
stimuli untuk memperoleh respons. Kedua
pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus
respons antara sender dan receiver.
B.
Proses Komunikasi
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi
antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik
individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau
kelompok lain, sebagai berikut:
1. Langkah
pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan
atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu
pesan yang akan disampaikan.
2. Langkah
kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan
informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang
yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek
terhadap orang lain. Pesan atau message
adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa
lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat,
ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3. Langkah
ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi
(encode). Sumber menyampaikan pesan
kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui
suatu tindakan tertentu. Pada langkah
ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk
menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk
komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis
meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat
mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP
(overheadprojector). Sumber berusaha
untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga
pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4. Langkah
keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima
perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak
mendengar, pesan tersebut akan hilang.
Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan
penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci
untuk melakukan decoding dan hanya
terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya
penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana
pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5. Proses
terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang
memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya
kepada penerima. Respons atau umpan
balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud
kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu.
Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan
landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
C.
Hambatan Komunikasi
Hambatan-hambatan Antar Pribadi Manajer
selalu menghadapi bahwa pesan yang disampaikan akan berubah dan menyimpang dari
maksud pertama. Manajer haruslah memperhatikan hambatan-hambatan antar pribadi
seperti : Persepsi selektif, status atau kedudukan komunikator (Sumber),
Keadaaan membela diri, Pendengaran lemah, dan ketidaktepatan dalam penggunaan
bahasa.
- Persepsi selektif (Perceptual distorsion) adalah suatu proses yang menyeluruh dengan mana seorang menseleksi, mengorganisasikan, dan mengartikan segala pesan yang ia terima. Persepsi seseorang akan dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing. Untuk itu diharapkan seorang manejer memahami sebanyak mungkin tentang kerangka piker, keinginan, kebutuhan, motif, tujuan dan tingkat kecerdasan seluruh karyawannya, agar komunikasi dalam organisasi yang ia pimpin menjadi efektif.
- Status Komunikator artinya hambatan utama komunikasi adalah kecendrungan untuk menilai terutama kredibilitas sumber. Kredibilitas didasarkan keahlian seseorang dalam bidang yang ia komunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa komunikator dapat dipercayai.
- Cultural Differences yaitu, Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.
- Poor choice of communication channels, Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
- No Feed back yaitu, Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.
- Keadaan membela diri. Perasaan membela diri baik pada pengirim, maupun penerima pesan, menimbulkan hambatan dalam proses komunikasi.
- Pendengaran lemah. Manejer harus belajar untuk mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini.
- Ketidaktepatan dalam penggunaan bahasa.(Semantic Problems) Salah satu kesalahan terbesar yang terjadi dalam proses komunikasi adalah salah dalam menggunakan bahasa. Sebagai contoh, perintah manajer untuk mengerjakan “secepat mungkin” bisa berarti satu jam, satu hari atau satu minggu. Disamping itu bahasa nonverbal yang tidak konsisten seperti nada suara, ekspresi wajah, dan sebagainya dapat menghambat komunikasi.
- Status effek, Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya,
- Physical Distractions yaitu, Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
Pedoman
komunikasi yang baik
1.
Teliti tujuan sebenarnya dalam setiap berkomunikasi
2.
Pertimbangkan keadaan fisik dan fisikhis orang lain dalam berkomunikasi
3. Konsultasikan dengan berbagai pihak setiap proses manejemen mulai dari
merencanakan sampai evaluasi.4. Perhatikan tekanan nada dan eksperesi wajah sesuai dengan isi pesan yang disampaikan.
5.
Perhatikan konsistensi dalam berkomunikasi
6.
Jadilah pendengar yang baik dalam berkomunikasi.
D.
Definisi Komunikasi Interpersonal Efektif
Komunikasi interpersonal adalah
proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang
lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui
balikannya. (Muhammad, 2005,p.158-159).
- Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy,2003, p. 30).
- Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000, p. 73)
- Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003, p. 13).
Efektivitas Komunikasi Interpersonal
dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan
(openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif
(positiveness), dan kesetaraan (equality).( Devito, 1997, p.259-264 ).
1.
Keterbukaan (Openness)
Kualitas
keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal.
Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang
diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera
membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin menarik, tapi biasanya
tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri
ini patut. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan
terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran
(Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa
perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda
bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini
adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama
tunggal).
2.
Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang
untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu,
dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.”
Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi
orang
lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu
seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan
perasaan yang sama dengan cara yang sama. Kita dapat mengkomunikasikan empati
baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat
mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan
orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi
terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan
fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3.
Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan
interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung
(supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya
Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3)
provisional, bukan sangat yakin.
4.
Sikap positif (positiveness)
Kita
mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan
sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri
mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya
sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan
daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5.
Kesetaraan (Equality)
Dalam
setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih
pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang
lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif
bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa
kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan
interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,
Komunikasi Interpersonal Efektif dalam Organisasi,
Yaitu,
komunikasi dengan efektif menyampaikan pesan yang ada pada kita kepada orang
lain. Adapun berkomunikasi secara langsung dan sesuai dengan pesan yang ingin
disampaikan kepada orang lain. Karena dapat mengubah sikap, pendapat dan
perilaku seseorang dengan efek umpan balik secara langsung.
1.
Componential
Menjelaskan
komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, dalam hal
ini adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang
lain dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik
dengan segera.
2.
Situasional
Interaksi
tatap muka antara dua orang dengan potensi umpan balik langsung dengan situasi
yang mendukung disekitarnya.
Daftar
Pustaka
Mulyana,
2008, Teori Komunikasi-modul 10
Effendy,
Onong Uchjana, 2001, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya
Steward
L.Tubbs dan Sylvia Moss, 1994, Human Communication
Wiryanto,
2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:Grasindo.