welcom ^^

Rabu, 27 Maret 2013

Tulisan 1



Konsep Sehat
     
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.

  • Manusia yang sehat mental adalah manusia yang mampu menguasai segala factor   dalam hidupnya sehingga ia dapat menguasai kekalutan mental sebagai akibat dari tekanan-tekanan perasaan.
  • Manusia yang sehat adalah yang memiliki harapan hidup optimis.
  • Manusia yang sehat mental adalah manusia yang mampu memamfaatkan segala potensi, kapasitas, kreativitas, energy dan dorongan dalam diri.
  • Efesiensi mental: Menggunakan kapasitas-kapasitas untuk mencapai tujuan hidup sebaik mungkin, dan manusia sehat mental adalah manusia yang memamfaatkan kapasitas-kapasitas secara efektif.

Defenisi sehat beberapa Tokoh Psikologi:

  • Kepribadian sehat adalah yang memiliki orientasi produktif (Fromm)
  • Manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan (Allport)   
  • Allport mengakui bahwa peranan orang tua (ibu) mempengaruhi perkembangan proprium anak.
  • Menurut Maslow, setiap individu memiliki potensi untuk berkembang (Personal growth). yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai kebahagiaan (Maslow)
  • Manusia sehat adalah yang mampu mengalahkan kecemasan dan kebutuhan neurotiknya (Horney)
  • Orang yang sehat menurut Rogers adalah orang yang bisa mengaktualisasikan dirinya. Aktualisasi diri terjadi berkesinambungan, tidak statis. Aktualisasi diri adalah suatu proses yang sulit dan terkadang menyakitkan. (Carl Rogers).

  Pribadi normal dengan mental yang sehat akan bertingkah laku kuat dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan. Pribadi yang normal dengan mental sehat merupakan integritas jasmani-rohani
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsure – unsure fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari- hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.


 "KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT BUDAYA MASYARAKAT"

   Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek.
Definisi WHO (1981):Health is astate of complete physical, mental and social well being, and not merely the absence of disease or infirmity. Yang artinya suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
   Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di Pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia.  Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit(illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang Dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).


Bagaimana Kepribadian yang Sehat??


a) Perluasan Perasaan Diri.

Orang yang matang adalah mereka yang mengembangakan perhatian di luar dirinya. Tidak hanya sekedar berinteraksi dengan sesuatu di luar dirinya, namun ia akan berpartisipasi penuh dan total ” partisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha manusia ”. Kesehatan psikologis seseorang berbanding lurus dengan peranannya terhadap aktivitas yang dilakukkan

 b) Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang Lain
Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan cinta terhadap orang tua, teman, dan anak . Terdapat perbedaan antara cinta orang yang neurosis dan cinta dari pribadi yang sehat. Orang yang neurosis harus menerima cinta lebih banyak dari pada kemampuan mereka untuk memberinya, dan syarat akan kewajiban. Sedangkan cinta dari pribadi yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan, sabar terhadap tingkah laku orang lain, serta tidak mengadili atau menghukumnya

c) Keamanan Emosional

Kepribadian yang sehat mampu menerima semua segi yang terdapat pada mereka, termasuk segala kelemahan dan kekurangan tanpa menyerah secara pasif. Orang yang sehat mampu hidup dengan segi lain dalam kodratnya, dengan memilki sedikit konflik, baik dengan diri sendiri terlebih dengan masyarakat.

d) Persepsi realistis

Orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Mereka tidak memepercaai bahwa orang di luar dirinya dan lingkungan bersikap kurang bersahabat atau semuanya baik menurut prasangka pribadi terhadap realitas

e) Keterampilan dan Tugas

Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan keterampilan dan bakat tertentu. Menurt Allport orang yang sehat tidak akan tidak mengarahkan keterampilan pada pekerjaan. Komitmen pada orang sehat begitu kuat sehingga mengantarkan mereka pada kesanggupan menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan ketika terbenam dalam pekerjaan.

f) Pemahaman Diri

Usaha untuk memahami diri secara obyektif mulai pada awal kehidupan dan tidak akan pernah berhenti, tetapi ada kemungkinan mencapai suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) tertentu yang berguna dalam setiap usia. Tentunya kepribadian yang sehat akan mencapai suatu tingkat pemahaman diri yang lebih tinggi daripada orang-orang yang neurotis.

g) Filsafat Hidup yang Mempersatukan

Orang yang sehat tentunya akan melihat ke depan, yang didorong oleh tujuan-tujuan dan rencana-rencana jangka panjang. Menurut


Sumber

Sunanti Z. Soejoeti. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya.1-11

Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih bahasa : Yustinus. Yogya : Kanisius 



"Sejarah perkembangan kesehatan mental"


Zaman Prasejarah

Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.

Zaman peradaban awal

1. Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental)

2. Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental)

3. Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)

Zaman Renaissesus

Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul.

Era Pra Ilmiah

 1.  Kepercayaan Animisme

Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.

2. Kepercayaan Naturalisme

Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.

Era Modern

  Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air.

  Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.

  Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the MentalHygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.

  Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat. Bebarap tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi

1) Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui     penelitian, investigasi, eksperimen, penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan pengobatan.

2)  Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya.

3) Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental.

4) Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan, diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental.

      Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.


 (Sumber : Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung : Maestro)


"Pendekatan kesehatan mental "


Dalam kesehatan mental ada beberapa para ahli yang mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, salah satunya yaitu Saparinah Sardli (dalam Suroso, 2001: 132) yang mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.

1.  Orientasi Klasik

Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menyembulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari.

2.  Orientasi Penyesuaian Diri

Seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya

3.  Orientasi Pengembangan Potensi Diri

Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. 


(Sumber :Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto : Fajar Media Press)

Tulisan 3



Penyesuaian diri


    Banyak kriteria penyesuain diri dan kesehatan mental berorientasi pada ketenangan pikiran/mental yang sering kali disinggung dalam kesehatan mental. Apabila ada keharmonisan emosi, perasaan positif, mengendalikan emosi dan tingkah laku, integrasi motif-motif akan muncul ketenangan mental. Kita tidak dapat memiliki satu tanpa yang lain-lainnya. Orientasi mengacu secara khusus pada sikap seseorang pada kenyataan., sedangkan kontak mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang menerima kenyataan; menolak atau menjauhkan diri padanya. Dengan demikina seseorang yang telah menekan masa lampau adalah orang yang tidak berorientasi pada kenyataan. Orientasi yang kurang sangat memungkinkan berhubungan dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri dan gangguan-gangguan neorotik.


 Pertumbuhan personal


    Maslow menemukan sederetan kebutuhan yang sama sekali baru dan termaksud kategori yang lebih tinggi, yang dilukiskan sebagai kebutuhan akan pertumbuhan (Being-values atau B-values) dan yang berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan dasar atau kebutuhan-kebutuhan karena keadaan kurang. Ada perbedaan antar kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi itu sendiri dan orang-orang yang bertingkah laku pada taraf yang lebih tinggi, yang menurut Maslow sangat sungkar untuk dilukiskan. Ia menemukan bahwa dalam menjalani hidup ini orang-orang semacam itu tidak bersikap serba menggerutu atau sebaliknya pongah, melainkan bersikap spontan, terbuka, wajar, dan benas ibarat mereka itu telah sampai dipuncak gunung dan kini tengah meluncur turun ke kaki lain.  Nilai-nilai ini tidak bisa dipisahakan sepenuhnya satu sama lain. Mereka saling berhubungan dan merumuskan yang satu perlu menggunakan lain-lainnya. Inilah daftar Being-values sebagaimana ditemukan oleh Maslow : Sifat menyeluruh, kesempurnaan, penyelesaian, keadilan, sifat hidup, sifat kaya, kesederhanaan, keindahan, kebaikan, keunikan, sifat tanpa kesungkaran, sifat penuh permainan, kebenaran kejujuran dan kenyataan.


Sumber : Frank G. Gobel. 1987. Mazab ketiga. Drs. A. Supratinya. Yogya : Kanisius

Tulisan 2



Teori Kepribadian Sehat
     
    Banyak teori dalam psikoanalisis yang membahas kepribadian manusia. Dalam membahas teori tersebut para tokoh dari masing-masing aliran membahas mengenai kepribadian manusia dari sudut pandang yang berbeda.

  •  Aliran Psikoanalisa
         Sigmund Freud (1856-1939) mengajukan satu dari teori-teori tentang tingkah laku manusia yang paling komprehensif dan paling berpengaruh dalam sejarah mutakhir. Muncul sebagai pokok perdebatan sejak diterbitkannya karya besarnya yang pertama pada tahun 1900 “The Interpretation of Dreams”, Freud merupakan seorang perintis yang mengabdikan hidupnya untuk mengupas masalah orang –orang yang menderita sakit mental. Selama karirnya freud berusaha meredukasikan tingkah laku manusia ke dalam ukuran kimiawi dan fisik belaka. Jiwa dilukiskannya sebagai gunung es yang puncaknya yaitu bagian yang sadar, merupakan bagian kecil dibandingkan bagian yang tidak Nampak, yang merupakan bagian tidak sadar. Dari asal binatangnya mausia memperoleh aneka dorongan dasar yang bersifat turunan dan naluriah. Dorongan-dorongan ini dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu, naluri hidup kearah pelestarian diri erta perkembanganbiakan. Dalam kategori ini dorongan seks adalah yang terpenting. Naluri-naluri binatang dan tak sadar ini disebutnya “id” ini memiliki sifat-sifat penuh daya, antisocial, dan irasional. Ia hanya mengenal dorongan untuk memperoleh kepuasan.

  • Aliran Behaviorisme
          Yang mendapat sebutan “mazab kedua” dalam bidang ilmu tentang tingkah laku adalah para ahli yang berhubungan rapat dengan Behaviorisme. Teori yang bersifat umum ini dirumuskan oleh Jhon B. Watson (1878-1958) tepat pada peralihan abad ini. Ia berusaha menjadikan studi tentang manusia seobjektif dan seilmiah mungkin, ia berusaha mereduksikan tingkah laku manusia menjadi perkara kimiawi dan fisik semata. Di pihak lain, kaum Behavioris cenderung menyelidiki rata-rata orang seumumnya, dengan mengagungkan metode-metode statistik. Mereka lebih suka mempelajari apa yang ada dari padaapa yang mungkin ataupun yang harus ada.

  • Aliran Humanistik
         Studi tentang orang-orang yang sakit mental memang bernilai, tetapi tidak cukup. Studi tentang binatang pun berharga pula, namun juga tidak cukup. Sedangkan studi tentang rata-rata orang tidak akan dengan sendirinya memecahkan persoalan. Untuk memahami gejala sakit mental kita perlu memahami kesehatam mental secara menyeluruh. Pada pendapat Maslow sebuah teori yang menyeluruh tantang tingkah laku manusia harus mencangkup determinan-determinan internal atau intrinsic tingkah laku maupun dengan determinan ektrinsik atau eksternal dan environmental. Freud terpukau pada yang pertama, sedangkan kaum Behavioris pada yang kedua. Kedua pandangan itu perlu digabungkan. Studi objektif semata tentang tingkah laku manusia belumlah cukup; untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh, maka segi-segi subjektifpun perlu dipertimbangkan perasaan, keinginan, harapan, aspirasi-aspirasi seseorang agar dapat memahami tingkah lakunya. Kelompok lain mendukung tuntutan Maslow atas suatu pendekatan yang lebih luas, lebih menyeluruh dan bersifat multi displiner terhadap masalah-masalah umat manusia.

Sumber : Frank G. Gobel. 1987. Mazab ketiga. Drs. A. Supratinya. Yogya : Kanisius